Kamis, 18 Juli 2013

Hampir Separuh Koperasi di Papua Tak Aktif

TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini terdapat 2.483 koperasi yang ada di seluruh wilayah Provinsi Papua. Namun, hanya 1.460 koperasi yang aktif, sedangkan sisanya sebanyak 1.023 koperasi tidak aktif. Artinya, sekitar 45 persen koperasi di Papua tidak aktif dan perlu dibenahi agar tidak bubar dengan sendirinya.

Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Papua, Kaleb Worembay berjanji koperasi yang membutuhkan bantuan akan segera ditangani. Secara umum, koperasi di Papua pertumbuhan dari aspek kuantitas meningkat, tapi yang bermasalah juga jumlahnya bertambah.

"Tugas pemerintah itu membina. Tapi kalau sudah tak memungkinkan lagi dibina, maka bisa saja koperasi bubar sendiri. Koperasi itu dibentuk masyarakat, sehingga mereka sendiri yang bubarkan. Sebab tak boleh ada intervensi pemerintah," katanya kepada wartawan seusai upacara peringatan HUT Koperasi ke-66 di Kota Jayapura, Papua, Kamis, 18 Juli 2013.

Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Provinsi Papua, Sulaiman Hamzah mengatakan, dari 45 persen koperasi di Papua yang tak berjalan baik itu diharapkan pemerintahan yang baru di Papua ikut merawatnya. "Sehingga mereka bisa hidup kembali. Sebab hal itu untuk membangkitkan ekonomi rakyat Papua di kampung-kampung," katanya.

Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal mengatakan, tumbuhnya koperasi di Papua tentu menjadi kekuatan yang luar biasa. Sehingga, ia menyayangkan jika koperasi tak dimaksimalkan menjadi kekuatan ekonomi yang mampu menjangkau kampung-kampung di seluruh Tanah Papua.

Hanya saja yang jadi persoalan, kata Klemen, banyak sumber daya alam yang tersedia di kampung-kampung, tapi tak bisa dimanfaatkan akibat terkendala pada proses distribusi dan pemasaran. "Karena itu koperasi dapat berperan dalam mejembatani persoalan ini. Sehingga potensi yang ada di kampung dapat diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Jumat, 22 Maret 2013

874 Koperasi di Papua Tidak Aktif

BIAK - Sebanyak 874 dari 2.580 koperasi di 29 Kabupaten/Kota se Provinsi Papua tidak aktif melakukan pelayanan kepada anggota sehingga terancam dicabut badan hukumnya.

Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan Usaha Kecil Menengah Papua Kaleb Worembai MM di Biak, Kamis mengakui, penyebab ratusan koperasi tidak aktif karena berbagai alasan, diantaranya pengurus tidak aktif, kurangnya sumber daya pengelola koperasi serta tidak adanya aktivitas organisasi.

"Untuk memberikan sanksi koperasi yang tidak aktif melakukan aktifitas pelayanan anggotanya berada di kepala dinas koperasi kabupaten/kota. Utuk tidak terkena pembekuan izin usaha koperasi harus diberikan pembinaan melalui Dinas Koperasi setempat," katanya seusai rapat koordinasi koperasi, perindustrian perdagangan usaha kecil menengah se Papua.

Kaleb mengakui, untuk membubarkan koperasi yang telah berbadan hukum berada di tangan anggota sehingga pihak Pemerintah melalui Dinas Koperasi usaha Kecil Menengah tetap memberikan pembinaan secara administrasi Ia menyebutkan, dari 2.580 koperasi di Papua hingga 2013 koperasi aktif 1.606 unit (62,25 persen) dan yang aktif melakukan rapat anggota tahunan sebanyak 213 unit (13,26 persen).
"Sebanyak 1.393 koperasi tersebar di 29 Kabupaten/Kota tidak melaksanakan rapat anggota tahunan," katanya.

Sementara itu, Wakil Bupati Biak Numfor, Alimuddin Sabe mengharapkan, melalui rapat koordinasi koperasi perindustrian perdagangan usaha kecil menengah se Provinsi Papua dapat menyatukan langkah dan gerak menjalankan usaha perkoperasian di daerah paling Timur Indonesia.

"Pemerintah melalui Dinas Koperasi terus mengembangkan semangat kewirausahaan bagi perkembangan koperasi yang sehat, mandiri dan sejahtera," katanya di hadapan 100-peserta raker se Papua. (ant/achi/lo1)

Kamis, 07 Februari 2013

UU Koperasi Dinilai Lebih Buruk daripada UU Lama

TEMPO.CO, Surakarta - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dinilai lebih buruk dibanding dengan UU Koperasi yang lama, yaitu UU Nomor 25 Tahun 1992. Hal itu terungkap dari hasil kajian Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (Asppuk) Jawa yang disampaikan dalam refleksi tahunan Asppuk Jawa di Surakarta, Kamis, 7 Februari 2013.

Sekretaris Eksekutif Asppuk Jawa, Yanti Susanti, bahkan mengatakan UU koperasi yang baru lebih busuk daripada UU sebelumnya. "Karena sudah menghilangkan roh koperasi yang sebenarnya," katanya di sela acara refleksi.

Dia mengatakan UU Nomor 17 Tahun 2012 sudah menghilangkan peran anggota koperasi. Padahal, koperasi terbentuk dari kumpulan calon anggota yang memiliki tujuan yang sama untuk mendirikan sebuah usaha atas dasar asas kekeluargaan.

Perubahan yang sangat jauh melenceng dari semangat kekeluargaan koperasi, misalnya adanya peluang penyertaan modal dari non-anggota koperasi. Dia menilai nantinya pemodal besar dapat mendominasi koperasi dan akhirnya menguasai hajat hidup orang banyak yang bergantung pada koperasi.

"Lalu fungsi badan pengawas yang sangat dominan. Karena pengurus diangkat dan diberhentikan oleh dewan pengawas," ujarnya. Sehingga jika badan pengawas menilai kinerja pengurus kurang maksimal, pengurus bisa tiba-tiba diberhentikan. "Ini bisa mengganggu keberlangsungan koperasi," katanya. Sebelumnya, pengurus dipilih oleh anggota.

Atau, jika badan pengawasnya terdiri dari mereka yang tidak komitmen mengelola koperasi, hanya akan menghancurkan koperasi. Badan pengawas tidak mesti anggota koperasi dan bisa diisi non-anggota.

Dia mengaku saat ini tengah menggalang dukungan dari sesama pegiat bidang perkoperasian untuk mengajukan permohonan uji materi UU 17 Tahun 2012 ke Mahkamah Konstitusi. "Kami ingin UU 17/2012 dibatalkan. Tidak sekadar direvisi, karena semangatnya bukan semangat berkoperasi," dia menegaskan.

Apalagi penyusunan UU 17/2012 oleh Dewan Perwakilan Rakyat tanpa melalui mekanisme menyerap aspirasi masyarakat. "Kami kecolongan. Tiba-tiba saja digedok DPR," katanya.

Ketua I Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) Isminarti Tarigan mengatakan UU 17/2012 punya dampak negatif terhadap model koperasi tanggung renteng seperti Puskowanjati. Dalam sistem tanggung renteng, anggota berposisi sebagai subyek dan terlibat aktif dalam keputusan pengembangan usaha.

"Tapi menilik definisi koperasi di UU 17/2012, anggota diposisikan sebagai obyek badan usaha. Koperasi lebih mengedepankan materi daripada keterlibatan anggota dalam keberlangsungan koperasi," ujarnya.

Dampak negatif lain yaitu adanya pengawas yang superior yang akan membunuh karakteristik dan budaya organisasi koperasi, lalu menghilangkan hak anggota untuk memilih dan dipilih. "Budaya demokrasi juga ikut hilang karena pengawas terlalu dominan," katanya.

Soal permodalan, UU 17/2012 akan mengubah koperasi menjadi milik pemodal besar. Sehingga keanggotaan koperasi berubah menjadi keanggotaan berdasarkan modal. "Bahkan koperasi bisa menjadi tempat praktek pencucian uang karena tidak ada pembatasan yang jelas soal modal," ujarnya.

Yuliana dari Yayasan Satu Bangsa Solo mengatakan UU Koperasi 17/2012 menghilangkan semangat kebersamaan. Dia menyoroti pemisahan antara koperasi simpan pinjam dan koperasi serba usaha. "Padahal kalau dipisah akan menyulitkan anggota koperasi yang ingin berusaha tapi tidak punya modal," katanya.

UKKY PRIMARTANTYO